Putusan MK


Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi pada selasa (23/12), sistim suara terbanyak menjadi rujukan komisi pemilihan umum (KPU) dalam menentukan pemenang pemilu legislatif. Putusan MK yang dipimpin Ketua MK Mahfud MD ini lahir lantaran MK menganggap Pasal 214 Huruf a, b, c, d, e UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD menguntungkan caleg yang duduk di nomor urut terkecil, atau teratas.

Caleg dengan nomor urut atas dan nomor urut bawah akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota legislatif, karena tidak ada lagi pengaruh antara nomor urut dengan jumlah suara yang harus di kumpulkan. Jika sebelumnya caleg nomor urut bawah akan tersingkir jika memperoleh jumlah suara yang sama dengan nomor urut atas, maka hal ini tidak terjadi lagi.


Langkah ini langsung di tindak lanjuti dan dimanfaatkan oleh para kandidat calon presiden untuk ramai-ramai mendukung keputusan MK tersebut dengan dalih ini adalah kemenangan bagi rakyat. Dalam nuansa politik hal ini sah-sah saja, dan belum terlambat menjadi pahlawan kesiangan.

Langkah serupa juga akan dilakukan sejumlah partai nantinya untuk mengklaim bahwa partainya memang telah menerapkan hal serupa (we did it before), meski sebenarnya kebenaran dapat dipastikan lain. Asumsi saya bahwa tidaklah mudah memperoleh nomor urut kecil atau teratas dari partai untuk calon anggota legislatif. Secara positif fikiran kita tentunya beranggapan calon dengan nomor urut teratas adalah kader terbaik partai dan bukanlah merupakan kader yang semata-mata di pilih dengan pertalian darah, ikatan emosional, dan materi yang berkecukupan.

Lantas apakah keputusan MK ini kemenangan rakyat? Pastinya demikian jika dilihat keputusannya, karena prinsip Equality sudah dilaksanakan, namun tentunya tergantung rakyat juga nantinya memilih para wakilnya yang mewakili aspirasi masyarakat dengan amanah dan berjuang demi kemaslahatan umat.

Warning Bagi Calon Urut Atas

Sosialisai sebagai usaha memperkenalkan diri ke hadapan masyarakat pastinya akan lebih gencar dilakukan para caleg baik melaui door to door, maupun penambahan sejumlah baliho di tempat-tempat yang di anggap mampu menjadikan calon lebih populer sekaligus mendapat dukungan terutama bagi calon-calon yang dulunya berharap dapat mengakumulasikan suaranya dari caleg dengan nomor urut bawah. Baru-baru ini sejumlah pembesar partai beranggapan sosialisasi belum saatnya dilakukan, namun hal itu adalah sikap yang terlalu berani (Over confidence), di tengah fakta yang menegaskan keinginan masyarakat dengan wajah baru dari setiap wakilnya dengan harapan perubahan yang baru juga.

Siapapun calonnya harapan masyarakat tentunya yang terpilih nantinya merupakan pejuang masyarakat yang berada di barisan depan dalam mengambil keputusan dan kebijakan yang pro rakyat. Jangan sampai semua yang di ucapkan hanya merupakan lips service belaka.

44 partai peserta pemilu telah mempersiapkan kader-kader terbaiknya, sekali saja salah memilih maka rakyat harus berani mempertanggungjawabkan pilihannya. Tanya hati nurani, lihat orang yang berani berbuat untuk masyarakat dengan kualifikasi dan kemampuan yang dimilikinya serta memilih dengan arif dan bijak. Bagaimanapun bangsa ini perlu perubahan. Dan semuanya dimulai dengan berproses.



Komentar