Kisah Luqman dan Untaian Nasehat Kepada Anaknya

[1]. Siapakah Luqman?

Para ulama berselisih dalam masalah penamaan ayah dan nasabnya, kenabian, profesi dan sifat-sifat fisknya.

Al-hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, ia adalah Luqman bin ‘Anqa bin Sadun (Lihat Tafsirul-Qur’anil-‘Azhim 6/336). Terdapat pendapat lain tentang nasab beliau, seperti termaktub dalam al-Jami’il Ahkamil Qur’an (14/56). Diantaranya, beliau adalah Luqman bin Ba’ura bin Nahur bin Tarah. Tarah adalah Azar, ayah Nabi Ibrahim alaihissalam.

Sebagian ulama salaf menyatakan, Luqman rahimahullah bukanlah nabi dan tidak pula mendapatkan wahyu, melainkan ia adalah seorang wali Allah yang taat, shalih, dan bijaksana. Beliau adalah seorang yang telah dikarunikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berbagai keutamaan, berupa kecerdasan akal, kedalaman pemahaman terhadap islam, bersifat pendiam dan tenang, serta hikmah dalam berkata-kata.

Adapaun mengenai profesi Luqman, ada yang mengatakan ia adalah seorang budak hitam dari negeri Habsyah yang bekerja sebagai tukang kayu. Adapula yang mengatakan ia adalah seorang penjahit, atau seorang pengembala. Dan ada pula yang mengatakan ia sebagai Qadhi (hakim) di masyarakat Bani Israil. Sementara itu sifat-sifat fisik beliau, banyak ulama menjelaskan bahwa ia adalah seorang budak berkulit hitam, berbibir tebal dan berkaki pecah-pecah. (Lihat Jamiul-Bayan dan kitab Zadul-Masir)

Semua pendapat ini tidak diketahui sampai mana keshahihannya kecuali hanya Allah-lah yang mengetahuinya. Tetapi di lain tempat, kita menemukan riwayat shahih tentang hal ini dalam Fathul Bari (6/466) dan dalam Tafsir ath-Thabari (21/89) dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Luqman berasal dari rakyat Habasyi”.

Nash shahih lain terdapat dalam kitab al-Fath, sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar (6/466) dan ditemukan juga dalam kitab al-Mustadrak karya al-Hakim (2/458) nomor 3582 dengan riwayat shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Pada suatu hari Luqman berada di tempat Nabi DAUD alaihissalam dan Nabi Daud sedang membuat baju besi dan merakitnya dengan tangannya sendiri. Melihat keterampilan Nabi Daud tersebut, Luqman kagum dan ingin menanyakan apa sebenarnya kegunaan baju besi itu, namun kehikmahannya mencegahnya untuk bertanya. Lalu Nabi Daud alaihissalam berkata kepada Luqman, “Benar, ini adalah baju besi untuk perang”.
Luqman pun berkata, “Diam adalah termasuk hikmah dan sedikit yang melakukannya. Aku sendiri ingin bertanya kepadamu, namun aku merasa lebih baik diam sampai engkau sendiri yang menjelaskannya kepadaku”.

Demikian Luqman, tidak ada satupun nash yang shahih yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang nabi.
Ibnu Katsir secara detil mengatakan, “Luqman adalah seorang ahli ibadah, ahli ta’bir, dan ahli hikmah yang agung. Yang mahsyur adalah dia seorang hakim, pemimpin dan bukan seorang nabi”.

Namanya terpatri abadi didalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebutnya sebagai laki-laki shaleh yang memberikan untaian nasihat luhur kepada anaknya. Dalam beberapa penuturan, Luqman dilukiskan sebagai orang yang bijak, santun, dan penderma. Al-Qur’an mengatakan bahwa Luqman dikaruniai hikmah (kebijaksanaan)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya):

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu:"Bersyukurlah kepada Allah.Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"”. (QS. Luqman (31): 12).

Hikmah memiliki kelebihan yang sangat besar sehingga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebaikan yang banyak” (QS. Al-Baqarah (2): 269)

Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya (14/61), “Luqman adalah seorang yang bijaksana dengan hikmah dari Tuhannya dan hikmah itu benar adanya dalam aqidah, fikih, agama, dan akal”.

Pengertian inilah yang harus kita terima sebagai makna hikmah, karena digabungkannya antara kebaikan, pendapat yang benar dalam agama, dan perkara-perkara dunia. Misi dan tujuan semua ini adalah rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Luqman mengenal Tuhannya dengan nikmat yang telah diberikan kepadanya, dengan demikian ia termasuk orang-orang yang bersyukur karena nikmat tidak akan dapat dicapai kecuali dengan rasa syukur kepada-Nya.

Terkait wasiat atau nasihat Luqman, al-Qur’an merincinya dalam beberapa ayat. Pada dasarnya untaian nasehat dan wasiat Luqman ini adalah untuk sekalian umat manusia. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya. Aamiin…


[2]. Untaian Nasehat dan Wasiat Luqman Kepada Anaknya

Pertama : Nasihat untuk selalu menjauhi perbuatan syirik karena perbuatan syirik merupakan kezhaliman yang besar.
”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’” (QS: Luqman (31):13).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An-Nisa (4): 48)

Ayat diatas juga memberikan isyarat yang jelas kepada ayah, orang tua, guru, dan pengajar secara umum untuk menasehati anak-anak mereka, anak-didik mereka sejak dini dengan menanamkan dan memahamkan serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar keislaman dan keimanan berupa aqidah dan tauhid.

Dalam ayat lain, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, Dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa (4): 116)

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dari ayahnya, ia berkata, “Kami pernah berada disisi Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, kemudian beliau bersabda, ‘Perhatikanlah, aku akan memberitahukan kamu sekalian dosa yang terbesar (beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mengulanginya tiga kali): Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan kesaksian dusta atau ucapan dusta’. RAsulullah shalallahu ‘alaihi wasallam semula bersandar, kemudian duduk. Beliau mengulang-ulang sabdanya itu, sehingga kami mengatakan, “Semoga beliau diam” (HR. Muslim)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang ayah, guru, imam, dan pembimbing terbaik. Beliau memberikan contoh ketika menasehati sepupunya, ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu yang saat itu usianya masih sangat belia.

‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, (yang artinya): “Pada suatu hari aku pernah dibonceng oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau bersabda, ‘Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya didepanmu. Jika kamu ingin meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika kamu ingin memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh ummat bergabung untuk memberikan sebuah manfaat kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan manfaat itu kecuali jika Allah telah menetapkannya untukmu. Dan jika mereka semua bergabung untuk memberikan sebuah mudharat (bahaya) kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan mudharat (bahaya) itu kecuali jika Allah telah menetapkannya (pula) untukmu. Pena telah diangkat, dan buku catatan (amal) telah kering’” (HR. Tirmidzi)
Kedua : Selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Luqman (31): 14)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil"”. (QS. Al-Isra’ (17): 23-24)

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a:"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku da kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"”. (QS. Al-Ahqaaf (46): 15)

Dan durhaka kepada ibu adalah dosa besar yang hukumannya juga lebih berat.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala telah mengharamkan perilaku durhaka kepada ibu…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak mendapatkan perlakuan baikku?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. “Kemudian siapa lagi?, lanjut laki-laki itu. Beliau menjawab, “Ayahmu”. (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).


Ketiga : Tidak mengikuti anjuran dan perintah orang tua dalam kemaksiatan.

Meski demikian, perintah orang tua untuk membangkang terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala, tidak menggugurkan kewajiban anak untuk senantiasa berbuat baik kepada mereka.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman (31): 15)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapak-nya.Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-‘Ankabut (29): 8)

Konkretnya seperti yang terjadi pada Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ketika sang ibu memaksanya untuk murtad dari ajaran Islam. Para ulama berpendapat bahwa turunnya ayat 8 dari Surah al-Ankabut dan ayat 14 dan 15 Surah Luqman adalah dengan sebab kisah Sa’ad ini (Tafsirul Qir’anil ‘azhim (6/337)).

Dalam Shahih Muslim, dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu beliau berkata yang artinya:

Ibu Saad bin Abi Waqqash (beliau bernama Hamnah binti Abi Sufyan bin Umayyah) bersumpah untuk tidak berbicara dengannya selama-lamanya sampai Sa’ad kufur (keluar) dari agamanya (yaitu Islam). Dia pun bersumpah untuk tidak makan dan minum. Dia berkata, “Wahai Sa’ad, kamu mengatakan bahwa Allah memerintahkanmu untuk taat dan berbakti kepada kedua orang tuamu, sedang aku adalah ibumu, dan aku memerintahkanmu untuk kufur (dari Islam)”.

Ibu Sa’ad pun bertahan (tidak makan dan minum) selama tiga hari, hingga ia pingsan karena kepayahan. Maka salah satu anaknya yang bernama ‘Umarah memberinya minum. Ibu Sa’ad pun mendo’akan keburukan kepada Sa’ad, maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman (31): 15). (HR. Muslim)

Oleh karena itu, bagaimanapun keadaan orang tua, kita diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk taat dan berbakti kepada mereka selama bukan merupakan perkara maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Imam Qurthubi berkata dalam tafsirnya (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 14/61): “Pada ayat ke-15 Surah Luqman diatas terdapat dalil atas wajibnya berbakti kepada kedua orang tua walaupun mereka kafir (tidak beragama Islam). Berbakti dengan memberikan harta kita jika mereka fakir atau miskin, dan berkata lemah-lembut serta mendo’akan mereka agar mendapat hidayah Islam”.

Jika orang tua memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban untuk menta’ati perintah mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “…Sesungguhnya keta’atan hanya dalam hal yang baik” (HR. Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Ali bin Abu Thalib rhadiyallahu ‘anhu)


Keempat : Selalu berbuat baik walau sekecil apapun.

“(Luqman berkata):"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (QS. Luqman (31): 16).

Kebaikan walau hanya sebesar zarrah, bahkan walau hanya sebatas niat akan dibalas oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dia Maha Tepat perhitungan-Nya, dan tidak seorangpun akan dirugikan dalam timbangan-Nya di Hari Kiamat kelak.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya):

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al-Anbiya’” (21): 47)

Maka, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari pandangan Allah azza wa jalla. Oleh karena itu, diakhir ayat 16 surat Luqman ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “…Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.


Kelima : Tidak lalai dalam menegakkan shalat, senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar), serta selalu bersabar dalam setiap kondisi.

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman (31): 17).

Luqman memerintahkan anaknya untuk sholat, karena merupakan ibadah fisik yang paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar. Aktifitas ini menuntut seseorang agar mengetahui perkara-perkara yang ma’ruf dan kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kesabaran dan kelembutan. Karena setiap orang pasti akan mendapatkan cobaan saat menjalankan amar ma’ruf nahi munkar maka Luqman memerintahkan anaknya supaya bersabar.

Secara khusus, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar sholat dibina dan diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan sholat) ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud, dinilai shahih oleh al-Albani)
Kelima : Tidak lalai dalam menegakkan shalat, senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar), serta selalu bersabar dalam setiap kondisi.

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman (31): 17).

Luqman memerintahkan anaknya untuk sholat, karena merupakan ibadah fisik yang paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar. Aktifitas ini menuntut seseorang agar mengetahui perkara-perkara yang ma’ruf dan kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kesabaran dan kelembutan. Karena setiap orang pasti akan mendapatkan cobaan saat menjalankan amar ma’ruf nahi munkar maka Luqman memerintahkan anaknya supaya bersabar.

Secara khusus, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar sholat dibina dan diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan sholat) ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud, dinilai shahih oleh al-Albani)


Keenam : Membuang sikap sombong, angkuh dan membanggakan diri.

“Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman (31): 18)

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (QS. Al-Isra’ (17): 37)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil zarrah dari kesombongan”. Kemudian seorang berkata, “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus, dan sendalnya bagus”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tatkala seorang berjalan dengan angkuh / sombong dengan mengenakan dua lapis pakaiannya, maka Allah benamkan dia ke dalam bumi. Dia pun terus demikian naik turun di dalam bumi sampai hari kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Haritsah bin Wahb al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “…Maukah aku beritahu kalian penghuni neraka?. Mereka menjawab, “Tentu”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap orang yang kasar, tamak / serakah, dan sombong” (HR. Bukhari dan Muslim)


Ketujuh : Selalu rendah hati, sederhana (tidak berlebihan) dan berkata dengan lemah-lembut.

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (QS. Luqman (31): 19).

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seburuk-buruknya perumpamaan orang yang meninggikan suara adalah bagaikan keledai dalam ringkikannya. Selain itu, sura inipun di benci oleh Allah subhanahu wa ta’ala” (Tafsir al-Qur’anul-‘Azhim (6/339)).

Itulah nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya yang diabadikan dalam al-Qur’an. Semoga kita bisa mencontoh tauladan kebaikan ini dalam kehidupan sehari-hari.

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf (12): 111)

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya...
Beberapa nasihat dan wasiat Luqman, selain yang telah disebutkan dalam QS. Luqman (31): 12-19 diantaranya:

[1]. Hadist Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, diriwayatkan oleh Imam Ahmad

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Luqman al-Hakim berpesan, ‘Sesungguhnya Allah jika menitipkan sesuatu pasti Dia menjaganya’”. (HR. Ahmad, dalam al-Musnad. Al-Allamah Syakir menilai hadist ini Shahih)


[2]. Disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Musannif

Diriwayatkan dari Khalid Ar-Rub’i, dia berkata, “Luqman adalah seorang tukang kayu yang berasal dari Habasyi, tuannya pernah berkata kepadanya, “Sembelihkan aku seekor kambing”. Lalu tuannya berkata lagi, “Berikan kepadaku dua gumpal darah yang paling bagus”.

Maka Luqman pun memberikan lidah dan hati kepadanya. Tuannya berkata, “Apakah tidak ada lagi yang lebih baik dari hati dan lidah ini?” Luqman menjawab, “Tidak”.

Lalu tuannya diam sejenak dan berkata lagi, “Sembelihkan kepadaku seekor kambing lagi”. Luqman pun menyembelih seekor kambing lagi untuk tuannya. Tuannya berkata, “Buanglah dua gumpal darah yang paling buruk”. Lalu Luqman membuang lidah dan hati kambing itu.

Tuannya berkata lagi, “Aku menyuruhmu untuk memberikan dua gumpal darah yang paling baik, kau berikan aku lidah dan hati. Lalu aku suruh kau membuang dua gumpal darah yang paling buruk, engkau juga membuang lidah dan hati”.

Luqman pun menjawab dengan bijak, “Lidah dan hati adalah sesuatu yang paling baik apabila digunakan kepada kebaikan dan keduanya menjadi paling buruk apabila digunakan kepada hal yang tidak baik”.


[3]. Dinyatakan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Musannif

Diriwayatkan dari ‘Ubaid bin ‘Umair, dia berkata, “Luqman berkata kepada anaknya dengan maksud menasehati:

“Hai anakku! Pilihlah majlis-mjlis menurut mata hatimu, apabila engkau melihat sebuah majlis yang padanya terdapat dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka duduklah bersama mereka. Jika engkau seorang yang mengetahui, niscaya ilmu itu bermanfaat bagimu. Dan jika engkau seorang yang tidak mengetahui, niscaya mereka akan mengajarimu. Jika Allah menganugerahkan rahmat-Nya kepada mereka, maka engkau akan menjadi orang-orang yang benar bersama mereka”.

“Hai anakku! Janganlah engkau duduk pada majlis yang tidak disebutkan padanya nama Allah subhanahu wa ta’ala. Karena jika engkau seorang yang mengetahui, niscaya ilmumu itu tidak bermanfaat bagimu. Dan jika engkau seorang yang tidak mengetahui maka mereka akan menambah kebodohan kepadamu. Dan jika Allah menurunkan bencana kepada mereka, niscaya engkau terkena akibatnya juga”.

“Hai anakku! Janganlah ikut bersuka cita bersama orang yang senang mengulurkan dua tangannya untuk menumpahkan darah orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya jika dia berbuat seperti itu berarti dia seorang pembunuh di sisi Allah Yang Maha Hidup”.


[4]. Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya (6/195)

Diantara wasiat-wasiat Luqman kepada anaknya adalah:

“Hai anakku! Apabila engkau menyeru sebuah kaum, maka sampaikanlah busur perdamaian, kemudian duduklah di samping mereka dan jangan sekali-kali memulai bicara hingga engkau melihat mereka mulai bicara. Apabila mereka tersentuh dengan sebutan nama Allah, maka segeralah berikan busurmu kepada mereka. Dan jika ternyata pembicaraan mereka menyebut selain nama Allah maka berpalinglah dari mereka dan pindahlah kepada selain mereka”.

“Hai anakku! Pergaulilah ulama dan sering-seringlah mendatangi mereka, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati dengan cahaya ilmu sebagaimana Dia menyuburkan tanah dengan curahan hujan”.

“Hai anakku! Bertaqwalah kepada Allah, dan jangan perlihatkan kepada orang lain bahwa engkau takut kepada Allah supaya mereka memuliakanmu karenanya, sedangkan hatimu zhalim”.

“Hai anakku! Jadikanlah ta’at kepada Allah sebagai perdagangan yang mendatangkan keuntungan kepadamu tanpa berdagang”>

“Ketahuilah! Sesungguhnya kekuasaan Allah terdapat pada lisan para hakim (orang yang bijak dan berilmu – pen), karena tidak seorangpun diantara mereka yang berbicara kecuali mengikuti apa yang telah ditetapkan Allah subhanahu wa ta’ala”.

“Diam adalah hikmah dan sedikit yang melakukannya”.

“Mohonlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar engkau tidak ditenggelamkan-Nya dalam kemaksiatan dan takutlah kepada Allah azza wa jalla agar engkau tidak dijauhkan dari rahmat-Nya”.

“Dunia bagai lautan yang dalam dimana banyak manusia yang tenggelam kedalamnya. Maka buatlah perahumu diatasnya adalah taqwa kepada Allah, isinya iman, dan layarnya adalah tawakkal kepada-Nya, niscaya engkau akan selamat. Dan bukankah engkau menghendaki keselamatan?”

“Hai anakku! Janganlah coba untuk memuji orang bodoh, karena dia akan menyangka engkau meridhai perbuatannya. Dan janganlah sekali-kali menyebabkan orang bijak marah, karena nanti dia menjauhimu”.

“Hai anakku! Janganlah belajar ilmu untuk engkau sombongkan kepada para ulama, engkau lombakan kepada orang-orang bodoh, dan engkau pertengkarkan didalam majlis. Janganlah sekali-kali meninggalkan ilmu sebagai bentuk penghindaran darinya dan terbuai dalam kebodohan”

“Apabila engkau melihat suatu kaum berzikir kepada Allah, maka duduklah bersama mereka. Jika engkau seorang yang memiliki ilmu, niscaya ilmumu bermanfaat bagimu. Jika engkau seorang yang tidak mempunyai ilmu, maka mereka akan menambahkan ilmu kepadamu. Apabila Allah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka, niscaya engkau mendapat karunia itu juga”

“Apabila engkau melihat suatu kaum yang tidak pernah berzikir kepada Allah, maka jangan sekali-kali duduk bersama mereka. Karena jika engkau seorang yang memiliki pengetahuan, maka ilmumu tidak bermanfaat kepadamu. Dan jika engkau seorang yang tidak memiliki ilmu, niscaya mereka menambah kebodohan kepadamu dan menyesatkanmu. Dan jika Allah menurunkan murka-Nya kepada mereka, maka engkau turut terkena akibatnya”.

Demikianlah beberapa nasihat dan wasiat Luqman kepada anaknya, yang pada hakikatnya adalah nasihat untuk kita semua, umat Islam.

Ingatlah selalu agar kita selalu menjaga lisan dan lidah kita, sebagaimana nasihat Luqman:
“Lidah dan hati adalah sesuatu yang paling baik apabila digunakan kepada kebaikan dan keduanya menjadi paling buruk apabila digunakan kepada hal yang tidak baik”.

Billahi Taufiq wal hidayah...
Semoga Bermanfaat

Demikianlah semoga kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya dari kisah dan untaian nasihat dan wasiat Luqman kepada anaknya.

Note:
Mari mengaji (membaca, mempelajari, memahami, dan mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an). Untaian nasihat Luqman kepada anaknya dapat ditemukan dalam Al-Qur'an Surat Luqman (31): 12-19.

Komentar